Syaikhut Tarbiyah (alm) KH. Rahmat Abdullah |
Asy-Syahid Hasan Al Banna pernah bertutur :
“Di dunia ini, dari banyaknya jumlah manusia, hanya sedikit saja
dari mereka yang sadar,dan dari yang sadar itu hanya sedikit saja yang
ber-Islam,dan dari sedikit yang ber-Islam, jauh lebih sedikit lagi yang
berdakwah,dari mereka yang berdakwah, jauh lebih sedikit lagi yang
berjuang,dari sedikit yang berjuang, jauh lebih sedikit yang
bersabar,dan dari sedikit yang bersabar itu, hanya sedikit saja dari
merekayang sampai AKHIR PERJALANAN”.
Guruku….
Bermula dari akhir perjalananmu meniti hidup ini, kami baru mulai
mengenang tapak-tapak cintamu. Ber-Islam-mu, berdakwahmu, berjuangmu dan
segala bentuk kesabaranmu memiliki irama menghentak yang mampu
menyadarkan setiap insan yang bermata hati untuk kembali memperbaiki
cara ber-Islam, berdakwah, berjuang dan juga bersabar. Setiap episode
hidup yang engkau miliki adalah kelembutan adanya. Hidupmu yang penuh
dengan beragam cinta, mampu menghidupkanmu walau kini engkau telah
menghadap-Nya.
Adalah engkau Ustadz Rahmat Abdullah, mengajariku banyak hal. Dari
banyak hal yang kutahu tentangmu, paling tidak diriku belajar dua hal
besar yakni bagaimana mampu bertahan dalam komunitas kebaikan hingga
akhir hayatmu, dan bagaimana baiknya interaksimu dengan sesama.
Guruku….
Engkau buktikan cintamu kepada Rosul kita Muhammad SAW, benar-benar
engkau titi jalan-jalan sunahnya. Kata adik kandungmu, semasa hidupmu,
engkau tidak pernah lepas dari wudhu dan selalu mengiringi wudhumu
dengan sholat sunah 2 rokaat. Engkau selalu menjaga kebersihan
penampilanmu dan selalu tampak bersahaja. Di setiap sudut gang yang
engkau lewati tidak pernah lepas engkau tebarkan salam. Ibunda engkau,
begitu engkau muliakan. Berkasih engkau kepada sesama mukmin dan
bertindak tegas kepada yang dholim. Engkau ingatkan aku kembali pada
beberapa hadis Rosululloh yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah indah dan
senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui
kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya”. (HR. Al-Baihaqi). Juga
hadis lain yang berbunyi, “Seorang bertanya kepada Nabi SAW, ‘Islam yang
bagaimana yang baik?’ Nabi SAW menjawab, ‘Membagi makanan (kepada
fakir-miskin) dan memberi salam kepada yang dia kenal dan yang tidak
dikenalnya’” (HR. Bukhari).
Ada juga hadist lain yang berbunyi, “Seorang sahabat bertanya, ‘Ya
Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan
persahabatanku?’ Nabi SAW menjawab, ‘ibumu…ibumu…ibumu, kemudian ayahmu
dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu’”
(Mutafaq’alaih). Dan aku diingatkan juga bunyi satu hadist, “Orang yang
berpegangan kepada sunahku pada saat umatku dilanda kerusakan maka
pahalanya seperti seorang syahid” (HR. Ath-Thabrani). Engkau contohkan
secara nyata kepada kami bagaimana menghidupkan hidup agar lebih hidup
dengan kebiasaan-kebiasaan Islami.
Guruku….
Unik dan menarik salahsatu kebiasaanmu, engkau suka memberi bingkisan
kepada rekanmu seperjuangan secara sembunyi-sembunyi. Engkau kenali
detail kondisi-kondisi para rekanmu. Dengan bekal itu engkau mulai bantu
ringankan kesulitan hidup para rekanmu itu. Padahal engkau juga dalam
kondisi tidak berpunya. Pribadimu yang unik pulalah yang mampu merangkul
teman-teman baru untuk belajar Islam bersamamu. Bersamamu ada anak
tentara, ada pengusaha, ada intelektual muda, ada aktivis muda dan ada
pula tukang tambal ban. Berkenalan dengan rekan-rekan seperjuanganmu
dengan pengenalan sempurna adalah prinsipmu dalam menjaga untuk tetap
berada dalam komunitas kebaikan. Akan ada saling kenal secara sempurna
di sana. Akan ada saling berkaca di sana. Bukankah al Mu’minu mir’ah li
akhihi ?
Guruku…
Ibarat mesin yang super, sungguh energi yang memutar gerak langkah
dakwahmu berkapasitas Mega bahkan mungkin lebih. Engkau melakukan
tabligh ilal Islam, mengkader pemuda Islam karena ada cita-cita tauris
ilmu kepada para pemuda Islam di sana. Engkau melayani umat tanpa kenal
lelah. Sedari sehabis subuh sampai pukul 8, engkau terima konsultasi
permasalahan dari umat, pun ketika engkau berada di dalam mobilmu tetap
engkau layani permintaan konsultasi dari umat. Cintamu pada umat itu
pula yang melandasi langkahmu untuk menjadi anggota dewan. Duduk di
parlemen demi memperjuangkan kepentingan umat. Memikirkan umat pulalah
yang akhirnya memutihkan sebagian rambutmu.
Guruku…
Engkau lepaskan ikatan ketergantunganmu pada orang lain. Terutama kepada
pihak asing. Engkau lebih bangga dengan jiwa-jiwa Islammu daripada
bangga dengan emblem-emblem asing. Suatu ketika engkau pernah lebih
senang disebut sebagai seorang yang berasal dari Jayakarta daripada
disebut sebagai seorang keturunan Betawi dengan alasan karena nama
Jayakarta diberikan oleh Ulama’ sedangkan nama Betawi yang berasal dari
kata Batavia, yaitu nama pemberian Belanda, penjajah bangsa Indonesia.
Engkau juga ajarkan kepada kami cara hidup mandiri secara ekonomi.
Karena setiap muslim dituntut untuk Qodiirun ‘alal kasbi, mampu
berpenghasilan sendiri.
Sejak umur 11 tahun engkau sudah harus meneruskan usaha sablon ayahmu, sepeninggal ayahmu tercinta. Ketika SMP engkau sudah mulai mengajar di sebuah pondok pesantren. Mengajar les privat dan menjadi guru. Engkau bertutur, menjadi guru itu hartanya banyak karena seorang guru itu menyebarkan ilmu ke banyak orang. Dan setelah engkau mampu mandiri, engkau tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban atas harta yang telah engkau peroleh. Tidak segan engkau keluarkan zakat ataupun infak darinya. Engkau biayai sendiri segala perjalanan dakwah yang engkau lakukan. Engkau laksanakan prinsip Adaaul waajibatil maaliyah, yaitu melaksanakan kewajiban terhadap harta. Wahai guruku yang kucinta, semoga perjalanan mendidik umat yang engkau jalani diliputi berkah.
Sejak umur 11 tahun engkau sudah harus meneruskan usaha sablon ayahmu, sepeninggal ayahmu tercinta. Ketika SMP engkau sudah mulai mengajar di sebuah pondok pesantren. Mengajar les privat dan menjadi guru. Engkau bertutur, menjadi guru itu hartanya banyak karena seorang guru itu menyebarkan ilmu ke banyak orang. Dan setelah engkau mampu mandiri, engkau tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban atas harta yang telah engkau peroleh. Tidak segan engkau keluarkan zakat ataupun infak darinya. Engkau biayai sendiri segala perjalanan dakwah yang engkau lakukan. Engkau laksanakan prinsip Adaaul waajibatil maaliyah, yaitu melaksanakan kewajiban terhadap harta. Wahai guruku yang kucinta, semoga perjalanan mendidik umat yang engkau jalani diliputi berkah.
Guruku…
Dari semua ilmu yang kuperoleh tentang ukhuwah, dari engkaulah aku dapat
melihat secara nyata bentuk pengamalannya. “Tolonglah saudaramu, baik
ia sebagai yang menzhalimi (maksudnya: kita menahannya dari berbuat
zhalim) atau dizhalimi”. Ketika adik kandungmu pernah berbuat dzalim
terhadap salah seorang warga kampung sekitar rumah tinggalmu, engkau
ingatkan ia dengan penuh kesabaran. Engkau bersabar juga dalam mendoakan
orang-orang terdekatmu di sujud sholat malammu yang panjang.
“Sesungguhnya Engkau tahu, bahwa hati ini tlah terpadu, bersatu dalam
naungan cinta-Mu…… Bersatu dalam ketaqwaan……” Karena doa ketika tidak
saling bersama dan ketika berpisah itu mustajab.
Bukti nyata ukhuwah lain yang membuktikan baiknya interaksimu terhadap sesama adalah engkau sangat tidak suka jika saudaramu seperjuangan dalam bahaya dan bersegera berbuat untuk menyelamatkan saudaramu dari bahaya. Tak henti, engkau senantiasa ingatkan teman-temanmu yang sama-sama terjun di parlemen tentang bahaya dunia. Engkau berani berkorban demi kebahagiaan saudaramu. Pernah suatu kali engkau belikan angkot kepada mantan driver pribadimu demi menghormati dan membahagiakannya. Engkau tempatkan cinta di atas semua aktivitas yang engkau jalani. Engkau hargai dan tempatkan orang lain secara seimbang. Ketika engkau jumpai dari teman seperjuanganmu butuh untuk di-ishlah, engkau sampaikan ishlah secara hemat dan tidak ada kesan menggurui.
Bukti nyata ukhuwah lain yang membuktikan baiknya interaksimu terhadap sesama adalah engkau sangat tidak suka jika saudaramu seperjuangan dalam bahaya dan bersegera berbuat untuk menyelamatkan saudaramu dari bahaya. Tak henti, engkau senantiasa ingatkan teman-temanmu yang sama-sama terjun di parlemen tentang bahaya dunia. Engkau berani berkorban demi kebahagiaan saudaramu. Pernah suatu kali engkau belikan angkot kepada mantan driver pribadimu demi menghormati dan membahagiakannya. Engkau tempatkan cinta di atas semua aktivitas yang engkau jalani. Engkau hargai dan tempatkan orang lain secara seimbang. Ketika engkau jumpai dari teman seperjuanganmu butuh untuk di-ishlah, engkau sampaikan ishlah secara hemat dan tidak ada kesan menggurui.
Guruku…
Tak akan habis jika aku tuliskan semua kebaikanmu, insyaAllah dengan
caraku, aku akan mencoba mengambil teladan darimu. Sepeninggalmu
membekas kerinduan yang sangat dalam di hatiku. Kerinduan yang
senantiasa hadir di setiap cita dan langkah hidupku.
*****
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/06/15/telaga-cinta-sang-guru-mengalirkan-cita-dan-rindu--569106.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar