Minggu, 30 Juni 2013

Sinergitas Pikiran, Hati, dan Akhlak menuju Indonesia Bermartabat

Di zaman yang serba canggih, membuat setiap orang mampu mengekspresikan dirinya secara bebas. Di dalam Islam, tidak ada yang namanya bebas. Setiap orang tetap diikat oleh suatu pedoman yang telah diturunkan kepada orang pilihan. Pedoman tersebut telah paten, tidak diragukan, dan terbukti kebenarannya sejak 14 abad silam, yaitu Al-Quran.
Meski demikian, masih banyak orang yang mengaku beragama Islam tapi perilakunya tidak mencerminkan keislamannya. Kita soroti misalnya bangsa Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Masih banyak kasus-kasus yang telah mencoreng nama Islam itu sendiri. Seperti misal kasus korupsi yang telah menjamur di mana-mana. Yang mana pelakunya adalah mengaku orang Islam, meski mayoritasnya dikatakan Islam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Korupsi merupakan perkara yang akan merugikan banyak orang. Zalim terhadap pihak-pihak yang tidak berdosa. Keberadaannya pun menjadi musuh yang akan menandingi kehadiran setan. Menggunakan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Betapa banyak para musuh Allah yang menertawakan perilaku yang dilakukan oleh manusia yang telah menzalimi manusia lainnya itu. Dikemanakan hati yang Allah berikan itu? Apakah saat ini mereka menggunakan pikiran-pikiran manusiawi yang kebanyakan bertolak belakang dengan hati nurani? Jawabannya akan terletak pada subjektifitas masing-masing orang. Akan tetapi, saya yakin bahwa pikiranlah yang telah menjadi penentu keputusan dari para koruptor tersebut.
Sebagaimana Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Sabda Rasulullah SAW: “Dia Allah berfirman: “Aku bersama prasangka hamba-Ku, dan Aku Bersamanya ketika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat atau menyebutku dalam kesendirian, maka Aku Mengingatnya dalam DzatKu, jika ia mengingatKu, ditempat yang ramai, maka Aku mengingatnya ditempat yang lebih ramai”. [4]
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Allah bersama orang yang mengingat-Nya. Hal ini memperjelas bahwa para koruptor tidak menghadirkan Allah dalam pikirannya. Secara subjektif menyimpulkan bahwa pikiranlah yang telah mempengaruhi akan tetapi pikiran itu tidak disertai dengan mengingat Allah. Sehingga output yang dihasilkannya pun jauh dari ridha Allah. Hal yang ingin saya tekankan adalah pentingnya kehati-hatian kita terhadap pikiran yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ini pulalah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan akal pikiran yang harus dikontrol dengan sebaik-baiknya.
Untuk menghindari dari hal di atas, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan selalu mengingat Allah dalam pikiran kita. Mengingat Allah (Dzikrullah) adalah senantiasa menghadirkan hati bersama Allah dan melepaskan diri dari kelalaian, karena bila kita senantiasa mengingat Allah maka Allah akan senantiasa mengingat kita. Sebagaimana difirmankan dalam Surat Al Baqarah ayat 152 yang berbunyi:
Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula kepadamu) dan bersyukurlah kamu kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” [5]
Kembali lagi terhadap kasus korupsi, dalam menciptakan Indonesia bebas korupsi nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan Islam senantiasa harus diaplikasikan menjadi sebuah kebiasaan. Betapa jelas Allah menerangkan dalam firmannya, bahwasanya kita diberikan petunjuk untuk selalu mengingat-Nya dalam berbagai keadaan. 
Dalam Surat Ali Imran ayat 191 yang berbunyi:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka
Pikiran yang terkoneksi dengan Allah tidak akan menghasilkan suatu keputusan pun yang jauh dari apa yang disampaikan-Nya kepada para utusan Allah terdahulu. Kita mampu berpikir secara rasional yang akhirnya akan berdampak terhadap hati. Sistem pengambilan keputusan manusia pun didasari dua hal tersebut. Yaitu melalui hati dan pikiran. Apabila pikiran sudah tidak rasional dan tidak menjadi rujukan untuk mengambil suatu keputusan, maka hati nurani yang menjadi andalan. Akan tetapi, hati pun tidak akan terlepas dari apa yang kita pikirkan. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam firmannya yang intinya apabila pikiran kita selalu mengingat Allah maka ketentraman hati yang akan kita dapatkan.
Dari hal di atas, Allah senantiasa memberikan pembelajaran bahwasanya pikiran dan hati tidak dapat dilepaskan. Apabila akal manusia sudah tidak memiliki ikatan dengan Allah, maka hati pun akan hilang koneksi dengan Sang Maha Pembolak-balik hati, begitu pula dengan sebaliknya. Oleh karena itu perlu adanya kehati-hatian dalam mempergunakan pikiran. Apalagi bila sudah menyangkut ke dalam masalah hati. Ketentraman yang berasal dari hati akan mempengaruhi terhadap apa-apa yang dihidupi oleh hati. Maksudnya hal tersebut terjelaskan oleh  sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh An Nu’man bin Basyiir – Mustafaqu alaih bahwa di dalam jasad manusia itu ada sepotong daging, tatkala sepotong daging itu baik, baiklah jasad keseluruhannya dan tatkala rusak (sepotong daging itu), maka rusaklah jasad keseluruhannya. Ingatlah bahwa itu adalah hati. Subhanallah.
Betapa rincinya peringatan dan petunjuk yang Allah berikan. Tinggal yang menjadi permasalahannya, kita sebagai manusia sulit untuk memahami apa yang sudah Allah tunjukan kepada kita. Dari hadis di atas pun kita bisa mendapatkan pelajaran bahwa kaitannya pikiran dan hati akan mempengaruhi setiap tindakan kita. Akhlak yang baik itu berasal dari hati yang baik. Dari situlah akan muncul sumber daya manusia yang handal. Membawa suatu harapan yang cerah untuk membawa panji Islam kembali dalam kejayaannya. Apalagi untuk menciptakan Indonesia yang bermartabat sudah barang tentu bukan menjadi kendala.
Dari tiga penjelasan tersebut dapat diambil benang merah bahwa pikiran yang dianugerahkan secara gratis dari Allah ini perlu dikontrol dan dipelihara. Cara memelihara yang paling efektif adalah dengan selalu mempergunakannya untuk mengingat Allah. Hal ini dimaksudkan agar pikiran membawa dampak yang positif terhadap ketentraman hati. Apabila hati sudah tentram, apapun permasalahan hidup yang menghampiri kita mampu kita atasi (Insya Allah). Sedangkan hati inilah yang menjadi penentu baik atau buruknya jasad kelakuan diri kita.
Secara teori pikiran ini akan menarik apa-apa yang kita pikirkan. Pikiran-pikiran memancarkan sinyal magnetis yang menarik hal serupa kembali kepada kita. Ibaratnya pikiran itu seperti sebuah magnet. Jikalau dunia yang selalu dalam pikiran kita, maka kita hanya akan mendapatkan dunia saja. Sedangkan apabila akhirat menjadi pikiran kita, Insya Allah dunia seisinya dan akhirat menjadi tebusan atas apa yang kita lakukan tersebut. Hal ini senada dengan apa yang ditulis Rhonda Byrne dalam bukunya yang berjudul “The Secret” yang menjelaskan tentang dasyatnya fungsi pikiran yang menerapkan konsep The Law of Attraction.
Inilah yang menjadi pusat perhatian kita apabila ingin menjadikan Indonesia Bermartabat yang berlandaskan Iman dan Taqwa. Kita harus mampu menyentuh pikiran-pikiran yang perlu dilakukan pencerdasan. Dengan begitu, kapasitas pemikiran itu akan menjadikan Allah sebagai tujuannya. Insya Allah Indonesia memiliki harapan besar dan Indonesia bisa mewujudkannya. Tidak ada yang diharapkan selain Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah Pencipta Alam Semesta
*****
Sumber:
*http://www.dakwatuna.com/2013/06/10/34858/sinergitas-pikiran-hati-dan-akhlak-menuju-indonesia-bermartabat/#ixzz2Vmx9kcLn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar