Di zaman yang serba canggih, membuat setiap orang mampu mengekspresikan
dirinya secara bebas. Di dalam Islam, tidak ada yang namanya bebas.
Setiap orang tetap diikat oleh suatu pedoman yang telah diturunkan
kepada orang pilihan. Pedoman tersebut telah paten, tidak diragukan, dan
terbukti kebenarannya sejak 14 abad silam, yaitu Al-Quran.
Meski demikian, masih banyak orang yang mengaku beragama Islam tapi
perilakunya tidak mencerminkan keislamannya. Kita soroti misalnya bangsa
Indonesia, yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Masih
banyak kasus-kasus yang telah mencoreng nama Islam itu sendiri. Seperti
misal kasus korupsi yang telah menjamur di mana-mana. Yang mana
pelakunya adalah mengaku orang Islam, meski mayoritasnya dikatakan Islam
Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Korupsi merupakan perkara yang akan merugikan banyak orang. Zalim
terhadap pihak-pihak yang tidak berdosa. Keberadaannya pun menjadi musuh
yang akan menandingi kehadiran setan. Menggunakan sesuatu yang bukan
menjadi haknya. Betapa banyak para musuh Allah yang menertawakan
perilaku yang dilakukan oleh manusia yang telah menzalimi manusia
lainnya itu. Dikemanakan hati yang Allah berikan itu? Apakah saat ini
mereka menggunakan pikiran-pikiran manusiawi yang kebanyakan bertolak
belakang dengan hati nurani? Jawabannya akan terletak pada subjektifitas
masing-masing orang. Akan tetapi, saya yakin bahwa pikiranlah yang
telah menjadi penentu keputusan dari para koruptor tersebut.
Sebagaimana Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Sabda
Rasulullah SAW: “Dia Allah berfirman: “Aku bersama prasangka hamba-Ku,
dan Aku Bersamanya ketika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat atau
menyebutku dalam kesendirian, maka Aku Mengingatnya dalam DzatKu, jika
ia mengingatKu, ditempat yang ramai, maka Aku mengingatnya ditempat yang
lebih ramai”. [4]
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa Allah bersama orang yang
mengingat-Nya. Hal ini memperjelas bahwa para koruptor tidak
menghadirkan Allah dalam pikirannya. Secara subjektif menyimpulkan bahwa
pikiranlah yang telah mempengaruhi akan tetapi pikiran itu tidak
disertai dengan mengingat Allah. Sehingga output yang dihasilkannya pun
jauh dari ridha Allah. Hal yang ingin saya tekankan adalah pentingnya
kehati-hatian kita terhadap pikiran yang telah dianugerahkan kepada
manusia. Ini pulalah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya. Kelebihan akal pikiran yang harus dikontrol dengan
sebaik-baiknya.
Untuk menghindari dari hal di atas, cara terbaik yang bisa dilakukan
adalah dengan selalu mengingat Allah dalam pikiran kita. Mengingat Allah
(Dzikrullah) adalah senantiasa menghadirkan hati bersama Allah dan
melepaskan diri dari kelalaian, karena bila kita senantiasa mengingat
Allah maka Allah akan senantiasa mengingat kita. Sebagaimana difirmankan
dalam Surat Al Baqarah ayat 152 yang berbunyi:
“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula kepadamu)
dan bersyukurlah kamu kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku” [5]
Kembali lagi terhadap kasus korupsi, dalam menciptakan Indonesia bebas
korupsi nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan Islam senantiasa harus
diaplikasikan menjadi sebuah kebiasaan. Betapa jelas Allah menerangkan
dalam firmannya, bahwasanya kita diberikan petunjuk untuk selalu
mengingat-Nya dalam berbagai keadaan.
Dalam Surat Ali Imran ayat 191 yang berbunyi:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka”
Pikiran yang terkoneksi dengan Allah tidak akan menghasilkan suatu
keputusan pun yang jauh dari apa yang disampaikan-Nya kepada para utusan
Allah terdahulu. Kita mampu berpikir secara rasional yang akhirnya akan
berdampak terhadap hati. Sistem pengambilan keputusan manusia pun
didasari dua hal tersebut. Yaitu melalui hati dan pikiran. Apabila
pikiran sudah tidak rasional dan tidak menjadi rujukan untuk mengambil
suatu keputusan, maka hati nurani yang menjadi andalan. Akan tetapi,
hati pun tidak akan terlepas dari apa yang kita pikirkan. Sebagaimana
Allah menjelaskan dalam firmannya yang intinya apabila pikiran kita
selalu mengingat Allah maka ketentraman hati yang akan kita dapatkan.
Dari hal di atas, Allah senantiasa memberikan pembelajaran bahwasanya
pikiran dan hati tidak dapat dilepaskan. Apabila akal manusia sudah
tidak memiliki ikatan dengan Allah, maka hati pun akan hilang koneksi
dengan Sang Maha Pembolak-balik hati, begitu pula dengan sebaliknya.
Oleh karena itu perlu adanya kehati-hatian dalam mempergunakan pikiran.
Apalagi bila sudah menyangkut ke dalam masalah hati. Ketentraman yang
berasal dari hati akan mempengaruhi terhadap apa-apa yang dihidupi oleh
hati. Maksudnya hal tersebut terjelaskan oleh sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh An Nu’man bin Basyiir – Mustafaqu alaih bahwa di dalam
jasad manusia itu ada sepotong daging, tatkala sepotong daging itu
baik, baiklah jasad keseluruhannya dan tatkala rusak (sepotong daging
itu), maka rusaklah jasad keseluruhannya. Ingatlah bahwa itu adalah
hati. Subhanallah.
Betapa rincinya peringatan dan petunjuk yang Allah berikan. Tinggal yang
menjadi permasalahannya, kita sebagai manusia sulit untuk memahami apa
yang sudah Allah tunjukan kepada kita. Dari hadis di atas pun kita bisa
mendapatkan pelajaran bahwa kaitannya pikiran dan hati akan mempengaruhi
setiap tindakan kita. Akhlak yang baik itu berasal dari hati yang baik.
Dari situlah akan muncul sumber daya manusia yang handal. Membawa suatu
harapan yang cerah untuk membawa panji Islam kembali dalam kejayaannya.
Apalagi untuk menciptakan Indonesia yang bermartabat sudah barang tentu
bukan menjadi kendala.
Dari tiga penjelasan tersebut dapat diambil benang merah bahwa pikiran
yang dianugerahkan secara gratis dari Allah ini perlu dikontrol dan
dipelihara. Cara memelihara yang paling efektif adalah dengan selalu
mempergunakannya untuk mengingat Allah. Hal ini dimaksudkan agar pikiran
membawa dampak yang positif terhadap ketentraman hati. Apabila hati
sudah tentram, apapun permasalahan hidup yang menghampiri kita mampu
kita atasi (Insya Allah). Sedangkan hati inilah yang menjadi penentu
baik atau buruknya jasad kelakuan diri kita.
Secara teori pikiran ini akan menarik apa-apa yang kita pikirkan.
Pikiran-pikiran memancarkan sinyal magnetis yang menarik hal serupa
kembali kepada kita. Ibaratnya pikiran itu seperti sebuah magnet.
Jikalau dunia yang selalu dalam pikiran kita, maka kita hanya akan
mendapatkan dunia saja. Sedangkan apabila akhirat menjadi pikiran kita,
Insya Allah dunia seisinya dan akhirat menjadi tebusan atas apa yang
kita lakukan tersebut. Hal ini senada dengan apa yang ditulis Rhonda
Byrne dalam bukunya yang berjudul “The Secret” yang menjelaskan tentang
dasyatnya fungsi pikiran yang menerapkan konsep The Law of Attraction.
Inilah yang menjadi pusat perhatian kita apabila ingin menjadikan
Indonesia Bermartabat yang berlandaskan Iman dan Taqwa. Kita harus mampu
menyentuh pikiran-pikiran yang perlu dilakukan pencerdasan. Dengan
begitu, kapasitas pemikiran itu akan menjadikan Allah sebagai tujuannya.
Insya Allah Indonesia memiliki harapan besar dan Indonesia bisa
mewujudkannya. Tidak ada yang diharapkan selain Indonesia yang lebih
baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah Pencipta Alam Semesta
*****
Sumber:
*http://www.dakwatuna.com/2013/06/10/34858/sinergitas-pikiran-hati-dan-akhlak-menuju-indonesia-bermartabat/#ixzz2Vmx9kcLn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar