Islamedia - Kalimat syahaadatain adalah kalimat yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Kita selalu menyebutnya setiap hari, misalnya ketika shalat dan adzan. Kalimat syahaadatain sering diucapkan oleh umat Islam dalam pelbagai keadaan. Umumnya kita menghafal kalimat syahaadah dan dapat menyebutnya dengan fasih, namun yang menjadi pertanyaan sejauh manakah makna kalimat syahaadatain ini dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam?
Masalah tersebut perlu dijawab dengan kenyataan yang ada. Tingkah laku umat Islam yang terpengaruh dengan jahiliyah atau cara hidup Barat yang memberi gambaran bahwa syahaadah tidak memberi pengaruh pada dirinya seperti tidak menutup aurat, melakukan perkara yang dilarang dan meninggalkan yang diperintah-Nya, memberi kesetiaan dan taat bukan kepada Islam, dan mengingkari rezeki atau tidak menerima sesuatu yang dikenakan kepada dirinya. Contoh ini adalah wujud dari seseorang yang tidak memahami syahaadah yang dibacanya dan tidak mengerti makna yang sebenarnya dibawa oleh syahaadah tersebut.
Kalimat syahaadah merupakan pilar utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa syahaadah maka rukun Islam lainnya akan runtuh begitu pula dengan rukun Iman. Tegaknya syahaadah dalam kehidupan seorang individu maka akan menegakkan ibadah dan diin dalam hidup kita. Dengan syahaadah maka wujud sikap ruhaniah yang akan memberikan motivasi kepada tingkah laku fisik dan akal fikiran serta memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
Menegakkan Islam maka harus menegakkan rukun Islam terlebih dahulu, dan untuk tegaknya rukun Islam maka mesti tegak syahaadah terlebih dahulu. Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa Islam itu bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya bangunan Islam itu harus ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok yaitu syahaadatain, shalat, puasa, zakat dan haji ke baitul haram. Dalam hadits yang lain: Shalat sebagai salah satu rukun Islam yang merupakan tiang agama.
Di kalangan masyarakat Arab di zaman Nabi SAW, mereka memahami betul makna dari syahaadatain ini, terbukti dalam suatu peristiwa dimana Nabi SAW mengumpulkan ketua-ketua Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi SAW bersabda yang artinya: “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab”. Kemudian Abu Jahal terus menjawab, “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat pun akan aku terima”. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Ucapkanlah Laa ilaaha illa Allaah dan Muhammadan Rasulullah.” Abu Jahal lalu menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”
Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini, bukan karena dia tidak faham akan makna dari kalimat itu, tetapi justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat dan patuh kepada Allah SWT saja, dengan sikap ini maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan syahaadah bermakna menerima semua aturan dan segala akibatnya. Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah dalam mengaplikasikan syahaadah.
Sebenarnya apabila mereka memahami bahwa loyalitas kepada Allah SWT itu juga akan menambah kekuatan kepada diri kita, maka mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim. Abu Jahal adalah tokoh di kalangan Jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi di antaranya ialah ahli hukum. Setiap individu yang bersyahadah, maka ia menjadi Pemimpin di muka Bumi.
Kalimat syahaadah mesti difahami dengan benar, karena di dalamnya terdapat makna yang sangat tinggi. Dengan syahaadah maka kehidupan kita akan dijamin bahagia di dunia ataupun di akhirat. Syahaadah sebagai kunci kehidupan dan tiang dari pada ad-diin. Oleh karena itu, marilah kita bersama memahami syahaadatain ini.
Ustadz Irwan Prayitno
Gubernur Sumatra Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar