TEMPO.CO, Yogyakarta -
Di bawah rindang pohon beringin, ratusan pelajar duduk lesehan.
Berkumpul sejak pagi, mereka menanti tamu istimewa. Sekolah Menengah
Atas Negeri 3 Kota Yogyakarta sedang punya gawe, Lustrum ke-XIV. Sebagai
pembicara utama adalah mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
»Apa
yang dilakukan Bapak saat masih sekolah?” tanya Mohammad Genta, sang
moderator, mengawali pembicaraan pada Sabtu, 1 September 2012 itu.
Pengalaman JK, berorganisasi dan berwiraswasta hingga mengantarkannya ke
kursi RI-2 adalah materi utama pembicaraan. JK, bagi Genta, tak sekadar
singkatan Jusuf Kalla. Tapi sekaligus, »Jalan Keluar,” katanya.Mulai berbicara di depan siswa pukul 09.25, JK terkenang dengan nama sekolah SMA-nya di Makassar. Sama-sama SMA 3, bedanya SMA JK bukan termasuk unggulan. Meski terbilang bukan sekolah favorit, JK aktif berorganisasi sejak sekolah melalui organisasi siswa intra sekolah.
Selain OSIS, lelaki kelahiran 15 Mei 1942 itu juga tercatat pernah berkecimpung di Pelajar Islam Indonesia dan Himpunan Mahasiswa. Bahkan, di kampusnya, Universitas Hasanudin, ia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa. »Sekolah tidak favorit, di sekolah (atau saat) mahasiswa, nyatanya bisa menjadi wapres,” katanya dengan gaya ceplas-ceplos.
Dengan gayanya yang seperti itu, suasana pertemuan justru tak kaku. Apalagi JK membuka ruang dialog dalam acara yang juga dihadiri siswa SMA se-Yogyakarta itu. Belajar, menurut dia, tak hanya terbatas di sekolah. Harus diimbangi dengan pengalaman dan semangat. »(Tapi) semangat tanpa belajar, (bisa) demo terus kayak di Makassar,” katanya, yang disambut tawa hadirin.
Aktif berorganisasi, menurut dia, mendorongnya berlatih dan menimba pengalaman. Khususnya bagaimana memimpin orang. Pengalaman itu juga yang kemudian menjadi bekalnya memimpin perusahaan. Lebih dari 30 tahun pengalaman memimpin perusahaan membuat JK terbiasa mengambil keputusan secara cepat. »Semua keputusan selalu ada risiko. Nah, kita harus ambil risiko itu,” katanya. Tak perlu ragu karena tiap risiko sebenarnya bisa diperhitungkan.
Sikap ini terbawa hingga ia menduduki sejumlah jabatan tinggi pemerintahan. Dari Menteri Perdagangan, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Wakil Presiden. Dan kini, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia dan Palang Merah Indonesia.
Menjalani hidup, bagi dia, harus diseimbangkan. Tiga puluh tahun menjadi pengusaha, sepuluh tahun kerja di pemerintahan, dan kini tiga tahun sudah ia bergelut di organisasi sosial. »Lengkap sudah, (lantas) pensiun,” katanya.
Menjadi pengusaha adalah berpikir inovatif. Bekerja dengan melibatkan banyak orang. Bidang pekerjaan ini mengajarkan seseorang bekerja sama dengan orang lain. Inilah, lanjut dia, yang kini dibutuhkan bangsa ini. Untuk memulainya, cukup sederhana. »Just do it,” katanya.
Di depan siswa, ia mengajak mereka menjadi pengusaha. »Siapa yang pengin menjadi pengusaha?” tanyanya. Sejumlah siswa mengangkat tangan. Yang lain menjawab ingin menjadi bidan, dokter, dosen, hingga psikolog saat ditanya. Seseorang menjawab ingin menjadi tentara. Polisi? Tak ada sama sekali.
I Love Jusuf Kalla,, sosok negarawan yang langka... salam Bugis Puang !!!
BalasHapus