“Assalamu’alaikum akh, akh Rahmat mau bikin liqoan, ditunggu ya nanti malam pukul 19.30 WIB di mushalla MIPA, ditunggu kedatangannya ya akh, syukron jzk”.
… Sepenggal kalimat sms sore itu membuatku bertanya-tanya dalam hati, antara ingin atau tidaknya kubalas undangan yang menurutku saat itu tidak jelas, namun hati ini penasaran mengiyakan untuk menghadiri undangan tersebut. Gundah gulana memunculkan tanda tanya besar dalam otakku, karena aku tidak mengerti maksud dari sms ini, aku yang berasal dari gemerlapnya kota metropolitan masih sangat asing dengan istilah kata-kata baru seperti ini. Kulihat kontak dalam handphoneku… ya tanpa banyak pikir ku tanyakan langsung padanya, sahabat pertamaku di kota perantauan ini, Najid namanya, dan kebetulan hanya dia satu-satunya teman yang baru ku punya nomor hapenya,
“Assalamu’alaikum, jid kamu dapat sms dari kak Rahmat gak? Yang ngajak bikin liqoan nanti malam, aku gak ngerti liqoan itu apa, bisa tolong kasih tau? “Jemari ku mengetik seperti itu… tak lama kemudian ia membalas sms ku tersebut, sigapku melihat layar hape,
“Tidak ham, oh liqoan itu semacam grup mengaji gitu, aku juga lusa lalu dapat undangan seperti itu, tapi akunya gak datang, kamu mau datang nanti malam?” Balasnya seperti itu, membuatku tau apa itu liqoan, namun menimbulkan keraguan dalam hati ku, perkumpulan semacam apa ini?? Menimbulkan banyak prasangka bertentangan dalam hatiku, seakan mereka bertengkar untuk menyuruh dan melarang ku untuk datang dan tidak datang pada malam nanti, kutanyakan kembali pada Najid,
“Datang yuk temenin aku, kamu gak ada acara kan nanti malam? Lumayan ngaji nambah pahala, hhe” Balasku meyakinkannya yang sebenarnya aku masih dalam keraguan besar, namun lubuk hati ini penasaran akan hal baru ini. “Dutt…dutt…” getar handphone, tanda balasan dari Najid,
“Boleh, tapi aku gak enak sama kak Rahmat, soalnya kemaren juga diundang tapi akunya gak datang,”. Balasnya seperti itu, seakan timbul sesuatu semangat dalam diriku, untuk meyakinkannya untuk tetap datang pada malam nanti, “yaudah gapapa, bilang aja kemaren ada halangan sesuatu, oke aku tunggu di depan D3 sasing yaa sehabis Maghrib”, kukatakan itu padanya, dan dia pun membalas “ok”.
***
Dan rencana Allah itu memang jauh lebih indah daripada rencana hambaNya, teringat siang itu sedikit agak mendung, setelah mata kuliah kimia dasar aku keluar kelas dan melihat dari balkon atas, berdiri stand-stand yang membawa lambang kubah biru di salah satu sudutnya, membuat kaki-kaki ini geregetan untuk melangkah mendekat menghampiri penjaga-penjaganya yang terlihat alim dan alimah, celana ngatung untuk mas-masnya dan jilbab lebar untuk mba-mbanya, entah mengapa melihat mereka membuatku ingin kenal dekat dan menjadi bagian dari mereka, ku hampiri salah satu stand pendaftaran yang dijaga seorang perempuan shalihah insya Allah, namun apa katanya belum sempatku berkalimat sedikitpun “mas pendaftaran untuk yang ikhwan standnya sebelah situ” sambil tersenyum tipis berkata padaku, “oiya mba makasih…” jawabku, ku hampiri lah stand ikhwan yang kata mba-mba tadi namun tidak ada yang menjaga, lemas benakku sebaiknya pulang namun belum sempatku melangkah jauh seorang mas-mas mengajak berjabat tangan denganku, “ nama Antum siapa?” dengan nada lembut bertanya padaku, sopanku menjawab “Hamas..mas”…”oh perkenalkan saya Rahmat..” percakapan pun berlangsung, menanyakan asal, alasan ku kenapa masuk fakultas ini dan sebagainya, di mana dalam obrolan sederhana tadi membuat aku yakin aku ingin mempunyai saudara-saudara seperti dalam kelompok kubah biru ini, sampai akhirnya ku memberanikan diri menawarkan diri untuk ikut dalam kelompok kubah biru ini, ku isi formulir yang ia sodorkan padaku dan ku isi sambil bertanya kegiatan-kegiatan apa saja di dalamnya. Entah mengapa lagi kesan pertamaku kenal dengan kak Rahmat membuat perasaan ku tenang dan sejuk, membuatku ingin mengenalnya lebih jauh.
Kejadian siang itu terus membayangi di sepanjang perjalanan ku ke tempat janjian ku dengan si Najid, menimbulkan banyak pertanyaan dalam benakku cerita apa lagi selanjutnya yang akan terjadi malam ini setelah kisah siang itu, asa ku mengambang “triiiiiiinnn….” klakson memecah buyarku, meneriakiku untuk segera sadar, hampir saja mobil merah itu melukai tubuhku. Tibalah aku di tempat kami janjian, kulihat sekitar belum tampak paras Najid, “Hamaaas…” dari kejauhan meneriakiku, terekam jelas itu suara Najid dari seberang jalan, kuhampiri ia dengan tergesa karena hati sudah tak sabar mendatangi undangan dari kak Rahmat untukku. “Maaf ya telat…” sahut Najid ketika ku di depannya, “ya gapapa jid, aku juga baru datang, apa kata kak Rahmat? Kamu boleh datang kan?” tanya ku meyakinkannya agar ku ada teman untuk pergi ke sana, “ya boleh, gitu katanya” Najid menjawab pertanyaanku. “Yuk berangkat…” ajakku kepadanya.
“Kamu tau di mana mushalla MIPA?” tanyaku yang tidak tahu,
“Aku juga gak tahu, yaudah nanti kita tanya orang sekitar saja” jawab Najid,
Di sepanjang perjalanan kembali hatiku bertanya-tanya sambil membayangkan undangan seperti apa yang kak Rahmat adakan ini, sedikit rasa khawatir dan ragu sempat terbesit dalam benakku, takut ku ini ada kaitannya dengan jaringan teroris atau hal negatif lainnya, namun paras kak Rahmat siang itu menepis semua anggapan bodohku, seperti ada sesuatu yang meyakinkan ku bahwa semua yang kupikirkan sebelumnya itu sama sekali tidak benar, apakah ini yang engkau namakan hidayah ya Allah?, tanyaku dalam hati, ya Allah beginikah namanya hidayah itu?, subhanallah hati ku merasa begitu tenteram seakan semua beban terlepas karena kehadiranMu begitu dekat sedekat nadi ini, ya Allah terima kasih engkau telah mengizinkan aku merasakan hidayah ini, ucap syukur ku di sepanjang perjalanan tanpa henti.
Tibalah kami di fakultas MIPA, “jid mushalla nya sebelah mana? Sms kak Rahmat gih kita sudah sampai tolong di jemput” suruhku kepada Najid, “iya…” Najid mengiyakan permintaanku.
“Antum posisinya di mana akh?” balasan sms kak Rahmat
“Di depan pintu masuk MIPA akh” Najid membalas,
“Yaudah Antum jalan kearah parkiran ntar ane jemput di sana” balas kak Rahmat lagi,
Kami pun jalan kearah parkiran yang berada di sebelah timur pintu masuk, perlahan langkah membuat hatiku berdebar, dari kejauhan gelap yang terlihat karena pencahayaan yang kurang, terlihat sekelibat pantulan cahaya dari kacamata yang digunakan kak Rahmat, sambil menerangi sekitar dengan cahaya dari sinar layar hape, secara perlahan terlihatlah paras shalih dari kak Rahmat, “subhanallah” ucapku dalam hati karena telah dipertemukan dengan orang shalih seperti dia,
“Assalamu’alaikum khi, gimana kabarnya? Susah ya lokasinya” sambil berjabat tangan menanyakannya kepadaku dan Najid.
“Alhamdulillah sehat kak,” dengan sopan ku menjawab yang disamakan dengan jawaban dari Najid.
“Yuk langsung kalo gitu”, ajaknya ke lokasi Liqoan.
Ruangan mushalla sederhana disinari lampu dengan cahaya yang agak sedikit redup, bunyi jangkrik memecah kesunyian malam, hembus angin pun semilir menyejukkan di kala aku duduk melingkar bersama orang-orang yang belum pernah kulihat sebelumnya kecuali Najid. Ku lihat satu persatu wajah saudara baruku ini, basah karena siraman air wudhu, sontak seperti menegurku betapa jarangnya aku membasuh wajahku dengan wudhu, dan satu persatu memegang kitab suci Al-Qur’an, perasaan ku semakin gundah, seperti dalam pikiran ku “pasti ini bakalan disuruh tilawah satu-satu, mati aku karena tidak lancar membaca al-Qur’an” apa yang kupikirkan ternyata sesuai,
“Ya akh dibuka al-Qur’an nya, kita mulai dari surat pertama ya akh,” seru kak Rahmat menyuruh kami.
Gundah ku semakin menjadi karena tak sanggup menanggung malu karena aku tak lancar bertilawah. Satu persatu ayat-ayat suciNya dilantunkan betapa indah lantunan yang keluar dari mulut-mulut mereka, sahut bersahut tilawah yang kudengar semakin indah sampai tiba di orang ke 3 dari kami yang kala itu berjumlah 11 orang, maka tibalah di orang ke 4 sahut-sahut indah ayat itu pun buyar sejenak karena ternyata ia juga terbata-bata dalam bertilawah, maka perasaanku lega sejenak, namun apa yang ku pikirkan ini salah ya Allah betapa jauhnya hamba Mu ini dari cahaya Islam Mu, betapa sudah banyak waktu yang ku buang sia-sia hanya untuk memuaskan dunia dan menganaktirikan akhiratku, teringat tentang suratNya, “Demi masa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Sungguh tak pantas diriku bangga akan kekurangan yang kumiliki ini, dan dilanjut dengan orang kelima yaitu Najid, betapa lantunan ayat itu dibacakannya dengan fasih dan cepat tanpa ada sedikit cacat dari ucapnya, tercengang aku mendengarnya sambil khawatir karena setelahnya adalah aku, maka giliranku tiba, sambil berdoa dalam hati aku memohon “ya Allah mudahkan aku dalam membaca firmanMu” dan ku ucapkan tasmiyah, satu persatu kata dan kalimat kubaca, terbata di awal namun seterusnya alhamdulillah Allah membantu ku dalam melafadzkan firmanNya.
“Maha benar Allah dengan segala firmanNya” maka berakhirlah sesi tilawah Qur’an ini. Mulai kurasakan kehangatan dalam lingkaran ini, betapa begitu nikmatnya duduk bersama orang-orang shalih, yang sebelumnya tak pernah kurasakan. Tiba di sesi kedua di mana kak Rahmat menanyakan kepada kami satu persatu tentang keadaan kami, sampai beliau menanyakan apa yang kami rindukan jika di rumah, karena kondisi kami yang saat itu sama-sama baru merasakan hidup jauh dari orang tua hidup di kota perantauan hanya demi satu gelar sarjana. “Akh Hamas gimana kabar Antum? Sehat akh? Tanya nya di giliranku, “iya kak alhamdulillah sehat” raguku untuk menyebut ‘akh’ karena panggilan tersebut masih asing ku dengar dan ku ucap, “pasti Antum sama kayak yang lain sedang homesick berat, apa sih yang Antum kangenin kalo di rumah?” lanjut pertanyaan yang sama seperti yang lain, “saya kangen masakan ibu akh” sahutku dan kali ini aku tak ragu memanggil akh kepadanya. Hati ku bergetar walau hanya dialog singkat yang sebenarnya sepele namun karena ku berada di lingkaran penuh hangat ini semua itu terasa beda bagiku. Tibalah di sesi ke tiga di mana kak Rahmat membuka buku tebalnya dan menyampaikan materi liqoan malam hari ini, muqodimah pun terucap dan kini beliau menerangkan isi materi yang kala itu bertema tentang ‘akhlaq’ jelasnya menerangkan di ikuti berbagai contoh yang dilakukan Rasulullah soal akhlaq, dan disertai firman-firman Allah dalam Al-Qur’an, di penutup beliau menerangkan betapa begitu pentingnya tarbiyah, tarbiyah tumbuh dan berkembang, tarbiyah bukan segalanya namun segalanya berawal dari tarbiyah.
Undangan spesial dari kak Rahmat malam ini membuatku mengerti betapa pentingnya pendidikan akhirat ini, karena kehidupan yang kekal dan sebenarnya adalah kehidupan akhirat, undangan malam ini mendekatkan ku kembali pada Mu, dan aku percaya Kau sedang menunjukkan jalan yang lurus bagiku sekali lagi ku ucap rasa syukur kepadaMu ya Rabb. Malam ini ku goreskan lagi pengalaman luar biasa dalam hidupku, kupandangi satu persatu wajah saudara-saudara baruku, kulihat semangat di setiap muka mereka, semangat yang kuyakin untuk selalu amar ma’ruf nahi munkar, semangat untuk selalu berfastabiqul khoirot, semangat untuk selalu menjaga lingkaran ini yang ku kenal dengan sebutan ‘ukhuwah islamiyah’ dalam hati sekali ku ucap rasa syukur tiada tara ya Allah sungguh beruntung aku berada dalam barisan penuh cahaya Mu ini. Lingkaran ini penuh kehangatan di dalamnya, lingkaran ini penuh berkah di dalamnya, lingkaran ini penuh canda dan tawa, lingkaran ini penuh ilmu baru, lingkaran ini kurasa menjawab semua pertanyaan dan pencarian ku selama ini yang belum kudapatkan, lingkaran ini membawa ku untuk lebih mengenal Mu.
“Jagalah Allah niscaya kau akan senantiasa mendapatiNya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan” (HR. Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar